Pecahan Bab 1 - Kenangan

Font Size :
Dark Mode
Reset Mode


“——Eh, Mio, jika bisa, maka——”



Pada suatu hari, Takamiya Shinji menggumamkan beberapa kata dengan wajahnya yang memerah.



“Besok minggu, pergi denganku, a da, da, da——”



Walau tergagap-gagap, dia mengambil napas dalam untuk mengatur detak jantungnya sebelum membuka matanya.



“Da …… eh, apa kau mau pergi kencan……!?”



Sambil menyalurkan semua usaha ke dalam tubuhnya, dia melakukan hal terbaik yang dia bisa untuk bicara sambil menatap orang yang ada di depannya dengan ekspresi biasa.



Namun, orang yang ada di depannya tidak merespon balik.



Tetapi, itu hal yang wajar. Di depannya, di depan lelaki itu ada wajah yang sama——jadi, itu adalah Shinji sendiri. Benar. Tempat ini adalah kamar Shinji, dia sedang berdiri di depan cermin untuk berlatih mengajak gadis pergi berkencan.



“……Ha.”



Diikuti oleh helaan nafas besar, akhirnya Shinji mengendurkan bahunya.

……Meski dia tidak menduga hal itu akan berjalan lancar, itu bahkan lebih buruk daripada yang dia duga. Jika dia sudah segrogi ini saat berlatih di depan cermin, meragukan sekali jika dia melakukan hal ini saat wkatunya telah tiba.

Meski begitu, tidak ada pilihan lain.



Shinji, yang berumur 17 tahun, baru saja menjadi murid SMA tahun kedua. Tetapi, mungkin karena kepribadian alaminya, dia tidak pernah banyak berinteraksi dengan gadis-gadis sebelumnya, apalagi menyampaikan perasaannya pada seseorang. ——Sederhananya, dia tidak punya imunitas alami untuk hal semacam itu.



“…………”



Tidak——Shinji menggigit bibirnya dengan erat.



Memang, dia tidak pernah mengajak kencan seorang gadis sebelumnya. Namun, perasaan yang memotivasi dirinya saat ini bukanlah efek dari suatu kejadian aneh.

Memikirkan wajahnya saja bisa membuat detak jantungnya membumbung tinggi.



Memanggil namanya saja bisa membuat dirinya menahan nafas setelah itu.

Jika untuk dirinya, Shinji merasa dia punya kekuatan untuk melakukan apapun.

Sebagai seorang siswa SMA yang sehat, setidaknya ada satu atau dua gadis yang menarik perhatiannya sampai saat ini. Beberapa kali dia merasakan sesuatu pada seorang kakak kelas cantik atau detak jantungnya yang tidak bisa dijaga karena teman sekelasnya.



Tapi jika dipikir lagi, perasaan semacam itu tidak bisa disebut cinta.



“Ah——tapi ini pasti, cinta.”



Takamiya Shinji, diusianya yang agak terlambat, sedang mengalami cinta pertamanya.



“……Coba sedikit lebih keras lagi.”



Saat dia mencoba memberanikan dirinya, dia mengatur sudut posisinya yang terpantulkan di cermin.



“——O-oh, selamat pagi Mio. Hari ini cuacanya cerah ya. Apa kau mau pergi keluar sebentar?”

Sambil berbicara dengan lebih jelas daripada yang sebelumnya, Shinji langsung menemukan sesuatu yang salah.



Ini tidak ada bedanya dengan mengajaknya pergi belanja. Selain itu, bukankah Shinji dan Mio belum pernah pergi bersama sebelumnya. ……Tidak, jika ada seseorang yang menanyakannya, Shinji juga tidak benar-benar tahu apa bedanya kencan dan dua orang yang pergi bersama. Jika dibandingkan dengan contoh di masa lalu, Shinji berharap Mio akan berpikir bahwa ini adalah “kencan dengan Shinji.”



Meskipun ini memalukan, dia tidak bisa mengabaikan kata “kencan” lagi. Shinji mengatur nafasnya lagi sambil menatap matanya lewat cermin.



“H-Hei, Mio. Nanti, maukah kau dan aku pergi…… k-kencan?”



Untuk suatu alasan yang tidak dia ketahui, dia berbicara sambil menggunakan keigo. Shinji membersihkan tenggorokannya dengan sedikit batuk lalu melanjutkannya.



[Note : Keigo : bahasa hormat.]



“Mio, maukah kau pergi kencan denganku?”



Mungkin, selama latihan ini, Shinji mulai terbiasa bertanya. Memacu perkembangannya, Shinji terus berbicara dengan ekspresi blak-blakan.

“Mio, ayo pergi kencan.”



“——Un.”



Di saat itu, saat Shinji menyelesaikan kalimatnya, dia mendengar suara yang datang dari belakangnya. Untuk sesaat, karena tenggelam dalam latihannya, Shinji berpikir dia telah membuat gadis imajinasi dalam pikirannya. Tapi——suara itu sangat jelas dan familiar.



“……!?”



Shinji langsung berbalik.



Lalu, di belakangnya ada gadis yang luar biasa cantiknya dan sepertinya sudah berdiri di sana tanpa dia sadari selama beberapa saat.



“! Mio……”



“Un, ada apa, Shin.”



Sambil bertanya, dia sedikit memiringkan kepalanya dengan mata penasaran. Benar, dia adalah cinta pertama Shinji, gadis yang dipanggil Mio.



“Su-Sudah berapa lama kau ada di sana……?”



“Baru saja——ngomong-ngomong, Shin, apa yang sedang kau lakukan?”



“Eh……!? A-Apa yang kau ka……?



“Jadi, kapan kencan ini?”



“……!”



Saat mendengarnya, Shinji mempercepat laju napasnya.



Namun, entah bagaimana dia masih bisa menggumamkan beberapa kata dari tenggorokannya.



“Ah, itu…… be-besok minggu, bagaimana?”



“Aku mengerti. Aku menantikannya——ah, itu mengingatkanku, Mana memanggilmu untuk turun.”



Saat Mio menyelesaikan perkataannya, dia tersenyum bahagia lalu meninggalkan kamar Shinji.



“…………”



Saat Shinji menatap punggungnya dengan kosong dari kejauhan, dia terjatuh di tempat dengan lembut.
Share Tweet Share

0 comments

Please wait....
Disqus comment box is being loaded